Minggu, 23 November 2014

Takdir yang Membawanya Pulang



Karya : Sella Mulya Andika
Banyak rintangan demi rintangan yang ditempuhnya. Wajahnya mulai sayu. Hanya kebesaran hatinya yang masih terpancar jelas di wajahnya. Separuh usia yang ia lewati bersama anak semata wayangnya dalam mengarungi bahtera kehidupan yang entah sampai kapan ia lalui berdua. Ia adalah sosok single parent yang menghidupi seorang diri kebutuhan rumah tangganya. Semenjak dirinya ditinggal pergi oleh sang suami, kehidupannya mulai berubah. Bukan karena kematian yang memisahkan sosoknya dengan suami tercinta, melainkan kenyataan pahit yang menyelimuti keluarganya, terlebih lagi sang suami sudah menikah lagi dengan seorang wanita yang tak lain adalah teman dekatnya sendiri. Ini sebuah realita kehidupan yang ia alami saat ini. Sebuah kenyataan pahit yang harus ia derita dengan anaknya. Beban berat kehidupan harus ia tanggung sendiri demi membesarkan anaknya. Tidak mudah menjadi wanita single parent seperti dia. Caci maki dari sanak saudara yang ia terima setiap hari adalah sebuah kenyataan yang harus ia terima. Namun, sosoknya tak pantang menyerah, sosoknya begitu kuat menghadapi semua cobaan yang ia dapat.
“Ibu, apa kau tak sudi menikah lagi?” tanya Tiara, anak semata wayangnya.
“Tidak, Nak, ibumu sudah separuh usia mengasuhmu dan mendidikmu. Tidak mungkin ibu ini menikah lagi. Lagi pula mana adalaki-laki yang mau menikahi ibumu seperti ini.”
“Mungkin masih ada, Bu, setauku seorang guru disekolahan Tiara masih ada yang belum menikah, Bu. Tiara bisa bantu mencarikan jodoh buat Ibu. Siapa tau dari guru-guru Tiara ada yang berminat menjadikan Ibu seorang istri,” jelas Tiara pada ibunya.
“Tidak, Nak, ibu sudah memutuskan, kalau ibu tidak ingin menikah lagi. Walaupun ada seseorang kaya dan baik hati apalagi gurumu melamar ibumu ini. Keputusan ibu sudah bulat, Nak, jangan memaksa ataupun menanyakan ibu mau menikah lagi atau tidak. Ibu sudah nyaman dengan status ibu yangsingle parentini, Nak. Yang terpenting untuk saat ini adalah, bagaimana cara ibu untuk bisa mendidikmu lebih baik lagi agar kamu bisa menjadi sosok wanita yang hebat, bukan seperti ibumu ini, Nak,” kata sang ibu dengan penuh kepastian.
“Apa mungkin Ibu masih mencintai Ayah? Ibu jangan bohong sama Tiara. Aku tau isi hati Ibu saat ini. Ibu masih mencintai Ayah kan? Tolonglah, Bu, lupakan Ayah. Buang jauh-jauh kenangan manis tentang Ayah. Tiara sudah lelah menunggu kehadiran Ayah kembali ke kehidupan kita. Tiara sudah menganggap kalau Ayah itu sudah mati, Bu.”
“Husst . . jaga ucapanmu, Nak. Sejahat apapun Ayahmu terhadap kita, dia masih tetap menjadi Ayahmu. Jangan kamu berpikiran negatif tentang Ayahmu. Ayah meninggalkan ibu mungkin karena suatu sebab, Nak.”
“Sebab apa, Bu? Sudah jelas Ayah meninggalkan Ibu demi orang lain. Bahkan Ayah menikah lagi dengan sahabat, Ibu. Apa ini yang dinamakan sosok Ayah yang patut dianggap pemimpin yang baik dalam keluarga? Ayah sudah menelantarkan Tiara dan Ibu. Ibu menjadi susah juga karena Ayah. Seharusnya Ayah yang baik tidak menelantarkan keluarganya seperti ini.”
“Sudah, Nak, cukup. Jangan perdebatkan masalah ini lagi. Ibu sudah capek mendengar ocehanmu yang terus menjelek-jelekkan sosok Ayahmu. Lebih baik kamu pikirkan masa depanmu. Urusan keluarga biar ibu yang urus. Ibu masih kuat mengasuh dan mendidikmu sendiri.”
Keputusan yang ia ambil sudah bulat, kalau dirinya tidak ingin mencari sosok pendamping hidupnya lagi. Sosok pendamping yang mampu menggantikan posisi mantan suaminya. Baginya mengurus kehidupan keluarga masih sanggup ia jalani sendiri tanpa seorang suami yang menjadi pemimpin keluarganya, yang mencarikan nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya bahkan ia sudah berjanji terhadap dirinya sendiri kalau seberat apapun cobaan hidup yang ia lalui, ia tetap akan bertahan sekalipun nyawa jadi taruhannya demi membesarkan anaknya. Apapun yang terjadi ia akan terus berjuang. Hanya saja ia mempunyai kekhawatiran terhadap anaknya. Kalau suatu saat ia gagal mengasuh dan mendidik anaknya seperti apa yang ia harapkan. Karena tidak ada yang tau rencana Tuhan terhadap kehidupan anaknya. Ia juga mempunyai rasa takut kalau nasibnya akan dialami kelak oleh anaknya. Karena nasibnya ini juga pernah dialami oleh nenek Tiara yang juga menjadi sosok single parent. Tidak tau ini sebuah kutukan atau hanya sebuah nasib sama yang menimpanya. Namun yang jelas cobaan seberat ini memang harus ia terima.
Ibu masih saja menyembunyikan perasaannya, kalau Ibu masih belum bisa melupakan Ayah. Padahal sudah jelas Ayah tega meninggalkan aku dan Ibu. Sosok Ayah yang aku kenal saat ini bak orang asing yang belum pernah aku kenal sebelumnya. Ayah yang dulunya baik sekarang tak kujumpaiwajahnya lagi dan tak kudengar lagi kabar darinya. Sudah hampir 2 tahun ayah meninggalkan keluarga ini, batinTiara dalam kamarnya.
Sosok ayah yang sudah meninggalkan Tiara dengan ibunya, kini sudah bahagia dengan orang lain. Sosok ayah yang menjadi panutan bagi keberhasilan hidup dari kebanyakan anak tidak dirasakan lagi dalam benak Tiara. Baginya, ayahnya sudah mati. Baginya, ayah adalah sosok laki-laki jahat yang telah menghancurkan mimpi-mimpinya. Tiara sangat membenci sosok ayahnya itu. Tiara sudah tidak peduli lagi dengan sosok ayah yang dulunya ia sayang yang kini baginya adalah orang asing yang belum pernah ia kenal dalam hidupnya.
“Tiara, bangun, Nak. Waktunya kamu berangkat sekolah. Kamu sudah siap-siap kan? Ibu menunggu kamu di ruang makan,” panggil ibu pada Tiara untuk bersiap-siap berangkat ke sekolah.
“Iya, Bu, sebentar. Tiara masih memakai sepatu,” sahut Tiara dari kamar.
Setiap pagi suasana rumah semacam ini hanya mereka lewati berdua. Makan berdua tanpa sosok ayah ditengah-tengah keluarga.
“Oh ya, Bu, biasanya kita kan sarapannya bertiga. Sekarang jadi sepi ya, Bu, tanpa Ayah,” ucapan Tiara ini sengaja ia ucapkan untuk mengetahui bagaimana respon ibunya terhadap apa yang ia sampaikan.
“Sudah, Nak, katamu ibu harus melupakan sosok Ayahmu itu. Jujur ya Nak, ibu tidak bisa membohongi perasaan ibu sendiri, kalau ibu masih sering memikirkan Ayahmu. Tapi disamping itu, ibu masih ingat dengan kata-katamu kemarin, kalau ibu harus bisa melupakan semua tentang Ayahmu. Ini semua ibu lakukan demi kamu, Nak,” ucap ibu yang memastikan kalau apa yang disampaikan Tiara itu benar.
“Syukurlah kalau Ibu menyadarinya. Bukannya Tiara memaksa keinganan Tiara untuk mengajak Ibu melupakan Ayah. Tapi Tiara mempunyai maksud sendiri, Bu, kalau Ibu tidak boleh lagi bersedih mengingat-ingat tentang Ayah. Ibu tau sendirikan? Kalau Tiara tidak tega melihat Ibu terus-terusan bersedih. Aku takut kalau Ibu banyak terbebani dengan status Ibu saat ini. Terlebih lagi Tiara takut, beban yang diderita Ibu akan membawa petaka bagi Ibu.”
“Iya, Nak, ibu mengerti betul apa maksudmu itu baik, Nak. Terima kasih ya, Nak. Hanya Tiaralah anak ibu satu-satunya yang bisa menjadi obat penyemangat ibu untuk bertahan menjalani hidup.”
“Sama-sama, Bu. Baiklah Tiara berangkat dulu ya, Bu.”
“Iya, Nak,  hati-hati dijalan.”
***
Tiara adalah murid SMA Harapan, sebuah sekolah terletak di kota kelahirannya, Bandung. Tiara saat ini duduk di kelas 3. Tiara memang masih sangat muda. Ia memiliki banyak prestasi yang ia dapat di sekolahanya. Prestasi yang terakhir ia dapatkan adalah ia berhasil menjadi pemenang lombadesainbaju. Ini merupakan suatu kebanggaan yang patut ia syukuri. Tiara memiliki hobi mendesain baju karena ajaran yang ia peroleh dari ayahnya. Ia sangat ingat betul satu bulan sebelum perceraian orangtuanya. Ayahnya pernah membuat rancangan baju pesta ulang tahun Tiara yang ke-15 tahun. Namun rancangan baju itu belum sempat ayahnya jahit menjadi gaun pesta. Berkat rancangan baju itu, Tiara dapat menjadi juara karena desain baju yang ia tampilkan di lomba itu adalah rancangan dari ayahnya yang ia sempurnakan sendiri dengan ide-idenya yang pernah ia pelajari sebelumnya. Tiara sangat bahagia dengan apa yang ia peroleh saat ini.
Terlintas dibenak Tiara, berkat kejuaraannya ini, ia akan mencari sosok ayahnya itu. Namun ia tidak tahu harus kemana mencari ayahnya. Satu tahun lebih ayahnya tidak memberi kabar. Sudah tidak berkomunikasi lagi dengan Tiara bahkan dengan ibunya.
“Ra, selamat ya kamu memenangkan perlobaan itu,” ucap selamat dari Angga.
“Terima kasih, Ngga. Ini juga berkat kamu dan Nadia yang selalu men-support aku. Kalau tidak ada dukungan dari kalian, pasti aku tidak dapat juara ini.”
“Ahh masak sih, Ra, setauku kamu pantas mendapatkan juara ini. Karena kamu mempunyai bakat di bidang desain baju seperti ini,” ujar Nadia sembari mengucapkan selamat pada Tiara.
“Ya sudah untuk kemenangan Tiara, bagimana kalau kalian aku traktir makan di kantin. Mau kan, Nad, Ra?” kata Angga.
“Mau bangetlah aku. Aku sudah mulai lapar nih, Ngga. Iya kan, Ra?” kata Nadia sambil menarik tangan Tiara.
Tiara hanya terdiam. Tidak ada sepatah kata yang terucap di bibirnya. Disandarkan tubuhnya di dinding depan kelas. Matanya memandangi langit-langit. Ada suatu hal yang sedang dipikirkannya.
“Ra? Tiara! Kamu sedang melamun apa sih?” kata Angga.
“Iya nih, Tiara lagi ngelamunin siapa sih? Perasaan Tiara tidak lagi kasmaran deh, Ngga.”
“Maaf-maaf, Nad. Aku tidak melamunin siapa-siapa kok. Aku sedang berpikir saja,” ucap Tiara terkejut mendengar panggilan Nadia yang melenyapkan lamunannya.
“Halaaahh jangan bohong, Ra. Kamu tadi jelas-jelas terdiam kayak melamunin sesuatu. Kalau tidak kasmaran, terus kamu ngelamunin apa coba? Kamu punya masalah ya? Cerita dong sama kita, siapa tau aku dan Angga bisa membantumu. Iya kan, Ngga?” ujar Nadia sambil menyenggol tangan Angga.
“Oh iya eh. . iya, Ra. Cerita dong sama kita. Jangan menyembunyikan sesuatu. Kalau ada masalah cerita saja sama kita,” ujar Angga memastikan ucapan dari Nadia.
“Begini lo. Sebenarnya aku lagi mikir-mikir gimana caranya aku bisa bertemu denganAyahku. Sudah lama aku tidak menjumpai keberadaannya. Aku hanya ingin sekali saja berjumpa dengannya untuk mengucapkan terima kasih atas kemenanganku dalam perlombaan desain baju buatan Ayahku. Tapi aku bingung harus kemana aku mencarinya. Aku dan Ibu sudah lama kehilangan komunikasi dengannya. Dan sebenarnya aku juga merindukannya. Apa kalian bisa membantuku?” ucap Tiara.
“Ya ampuuun masalah itu ya, Ra. Hmmm. . coba nanti aku pikirkan gimana caranya kita bisa menemukan Ayahmu, Ra. Tapi untuk saat ini kita wajib makan dulu. Kita butuh energi untuk berpikir juga kan?” kata Angga.
“Ha ha ha benar itu katamu, Ngga. Ya sudah mari kita makan dulu!” ujar Nadia.
“Sebentar, Nad. Sebenarnya aku pernah bilang pada Ibuku, kalau aku dan Ibuku harus bisa melupakan Ayah. Tapi setelah aku mendapatkan juara itu, tiba-tiba terlintas di pikiranku kalau aku harus menemui Ayah. Apa aku salah ya?” ucap Tiara.
“Pikiranmu saat ini tidak salah, Ra. Mungkin ini petunjuk dari Tuhan untuk kamu dan keluargamu untuk bisa bertemu kembali dengan Ayahmu. Tapi konsekuensinya harus bisa kamu terima kalau Ayahmu tidak mau menemuhimu lagi, Ra,” kata Nadia.
“Baiklah aku mengerti, Nad. Semoga saja aku bisa menemui Ayah walau hanya sebentar saja. Yang terpenting aku bisa tau kabarnya saat ini. Dan tolong jangan bilang keinginanku ini pada Ibuku.”
“Oke siap, Ra. Ayo kita makan dulu!” ajak Angga kepada sahabatnya.
Nadia dan Angga adalah sosok teman yang sangat dekat dengan Tiara. Mereka yang selalu membantu Tiara kalau Tiara mengalami kesulitan. Mereka selalu ada bagi Tiara disaat Tiara sedang membutuhkan teman untuk mencurahkan isi hati. Pertemanan mereka cukup dibilang lama. Semenjak mereka masuk SMA Harapan, mereka mulai berteman sampai saat ini. Setiap harinya mereka lalui bersama di sekolah. Tidak hanya di sekolah saja mereka habiskan waktu bersama, melainkan waktu senggang, biasa mereka lalui dengan jalan-jalan bersama.
“Ra, aku mau curhat nih,” kata Nadia.
“Kamu mau curhat apa, Nad?”
“Begini, Ra. Akhir-akhir ini aku mulai suka sama seseorang. Dia sangat dekat denganku.”
“Hmmm. . siapa, Nad? Ngomong-ngomong aku kenal sama dia apa enggak?”
“Kenal banget lah. Dia adalah Angga, Ra,” ucap Nadia dengan senyum-senyum.
“Apa kamu bilang? Kamu suka sama Angga? Kok bisa-bisanya kamu suka sama dia?” ucap Tiara dengan penuh keseriusan.
“Aku juga tidak tau, Nad. Tiba-tiba perasaan ini muncul begitu saja. Aku juga tidak menyangka kalau aku bisa suka sama Angga.”
Detak jantung Tiara seakan berhenti berdetak, setelah mendengar ucapan yang telah disampaikan Nadia, kalau Nadia juga menyukai sosok Angga. Seakan hatinya remuk mendengar kata-kata sahabatnya itu. Sosok Angga yang akrab dengannya merupakan salah seorang yang lama ia sukai, semenjak ia duduk di kelas dua. Namun, ia belum pernah mengungkapkan perasaannya itu kepada Nadia, bahkan kepada Angga sendiri. Karena ia sadar, sosok Angga hanyalah sahabatnya. Baginya tidak mungkin ia mencintai sahabatnya sendiri.
Setelah tahu apa yang disampaikan Nadia. Tiara mencoba menampik perasaannya itu. Perasaan kalau ia pernah menyukai sahabatnya sendiri. Ia harus bisa menjaga sikap terhadap Nadia. Tiara mencoba mengikhlaskan apa yang pantas untuk kebahagiaan sahabatnya itu. Ia juga berpikir kalau ia belum bisa mencintai seseorang dengan sepenuhnya, karena trauma akan nasib yang diderita oleh ibunya. Tiara pernah berpikiran, kalau semua laki-laki itu sama saja jahatnya dengan ayahnya, yang dengan mudah meninggalkan orang yang pernah dicintainya. Namun, ia tidak bisa berpikiran sama terhadap sosok Angga sahabatnya itu, yang ia kenal sosok Angga adalah sahabat terbaiknya. Mana mungkin sosok Angga bisa sejahat itu seperti ayahnya.
Semakin canggung sikap Tiara pada Nadia setelah obrolan singkat mereka. Rasa sakit hati bertambah jelas di raut wajah Tiara. Untuk menjaga perasaan sahabatnya, ia mencoba menyembunyikan sakit hatinya. Entah sampai kapan ia sanggup melihat kebahagiaan sahabatnya dengan orang yang disukai. Mungkin ini juga yang dialami oleh ibunya. Menahan rasa sakit hati atas kepergian ayahnya. Yang sampai saat ini tidak terdengar kabarnya dan tidak terlihat sosok ayahnya. Beban berat yang diderita ibunya sangat jelas disetiap harinya. Mengasuh dan mendidiknya seorang diri.
Sungguh kuat hati Ibu. Sudah sekian banyak derita yang kau alami. Kau masih tetap tersenyum, Bu. Kau mampu menyembunyikan sakit hatimu dengan senyuman yang terpancar di raut wajahmu, batin Tiara pada sosok ibunya yang begitu keras melewati semua cobaan yang dialami.
Kebesaran hati seorang ibu Tiara, membuat Tiara sangat kagum akan tegarnya sosok ibunya. Banyak rintangan hidup yang dilalui seorang diri membesarkan anak semata wayangnya. Terlebih lagi beban hidup di masa kini cukup menguras tenaga wanita single parent ini. Kesehatan jasmani dan rohani menjadi taruhannya. Dimana kondisi fisiknya yang mulai melemah.
***
“Bu, Tiara pamit kerumah Nadia buat mengerjakan tugas kelompok,” ucap Tiara pada ibunya.
“Uhuuk, uhuuk . . . iya, Nak. Hati-hati dijalan, jangan pulang malam.”
“Loh Ibu sedang sakit ya? Apa perlu Tiara membatalkan pergi ke rumah Nadia untuk mengantarkan Ibu berobat dulu?” bujuk Tiara yang penuh kecemasan.
“Tidak usah, Nak. Ibu baik-baik saja. Ibu hanya kecapekan doang. Sebentar lagi juga reda batuknya.”
“Baiklah kalau itu mau Ibu. Tiara berangkat dulu.”
Wajah pucat terpancar jelas diraut wajah wanita separuh baya ini. Sehelai sapu tangan digenggamnya untuk mengusap bibirsaat ia selesai batuk. Mata merah menandakan kalau kondisi badannya saat ini sedang tidak sehat. Namun, ia tak menyimpulkan tentang sakit yang dideritanya. Ia hanya berpikir kalau sakitnya itu cuma sakit biasa yang disebabkan karena faktor kelelahan.
***

“Maaf, Pak, Angganya ada dirumah?” ucap Tiara pada seorang satpam di rumah Angga.
“Sebentar ya, Non, bapak panggilkan Den Angga. Nontunggu dulu di sini.”
“Baik, Pak, terima kasih.”
Kedatangan Tiara ke rumah Angga sebenarnya untuk rencana mereka mencari ayah Tiarayang mana rencana ini sudah dibahas kemarin di sekolah. Keinginan Tiara yang bulat itu membuat  hatinya tidak sabar untuk berjumpa dengan ayahnya. Rencana yang mereka buat adalah mencari ayah Tiara di rumah teman dekat ibu Tiara yang tidak lain orang yang dinikahi ayahnya. Tiara mendapatkan alamat teman ibunya dari buku telepon yang ada di kamar ibunya. Tiara mencoba mengambil buku telepon itu secara sembunyi-sembunyi supaya tidak ketahuan oleh ibunya. Tiara juga membawa selembar foto terakhir dari ayahnya dan teman ibunya.
“Ehh, Tiara. Kamu sudah siap kan untuk bertemu Ayah kamu?” ucap Angga yang membangunkan lamunan Tiara saat itu.
“Oh eh, iya, Ngga, aku sudah siap bertemu dengan Ayahku. Aku sudah membawa alamat teman Ibuku. Dan Nadia udah sms aku, katanya kita ditunggu di tempat biasa.”
Langkah kaki mereka seakan begitu semangat mencari sosok ayah yang sudah sekian lama tidak dijumpai oleh Tiara. Hanya wajah yang samar-samar yang masih terlintas diangan-angan Tiara. Namun, niat Tiara sangat kuat karena Tiara percaya bahwa sosok ayahnya tidak berubah sama seperti gambar yang ada di foto itu.
“Hai, Nad, kamu sudah lama ya menunggu kita?” ujar Angga.
“Enggak kok, kurang lebih 10 menit aku disini. Ya sudah ayo kita berangkat mencari Ayah Tiara! Lihat tuh wajah Tiara sudah begitu bersemangat ingin berjumpa dengan Ayah tercinta. Hehehe.”
“Hehe. . kalian bisa saja. Pasti lah aku bersemangat. Tadi malam saja aku tidak bisa tidur, membayangkan aku bertemu dengan Ayah yang sudah lama aku rindukan. Coba kalian jadi aku pasti akan merasakan hal yang sama sepertiku.”
“Aduuhh maaf, Tiara, jangan ngomong seperti itu dong. Aku jadi sedih nih dengernya,” ucap Angga.
“Iya tidak apa-apa, Sobat. Kalian itu seharusnya bersyukur sama Tuhan, karena kalian masih diberi kebahagiaan melihat senyuman kedua orang tua kalian. Kalian harus bisa menjadi kebanggaan orang tua kalian. Mana ada sih anak yang mau ditinggalkan seorang Ayah seperti aku saat ini. Yang hanya tinggal berdua dengan seorang Ibu. Oleh karena itu sayangilah orang tua kalian,” ucap Tiara memberi nasehat kepada kedua sahabatnya.
“Siap boss,” sahut Angga dengan penuh semangat.
Di sepanjang perjalanan mereka lalui dengan perbincangan-perbincangan yang membuat hati Tiara sangat bahagia karena masih ada kedua sahabat yang sangat perhatian dengannya. Selembar foto terus ia pandangi sembari ia membayangkan sosok ayah yang dicintainya bisa ia jumpai saat itu. Namun, sia-sia sudah perjalanan lama yang mereka tempuh. Alhasil rumah ayah dan teman ibu Tiara sudah pindah 1 tahun yang lalu. Ini membuat hati Tiara sangat sedih dan kecewa. Keinginannya seakan sirna sudah untuk ingin berjumpa dengan ayahnya. Air matanya terus membasahi pipinya.
“Maaf, Dik, Bapak Hendrawan yang Adik cari sudah pindah dari rumah ini bersama istrinya karena mau menyusul anaknya di luar kota,” ucap pemilik rumah yang pernah ditinggali bapak Hendrawan yang tak lain adalah ayah Tiara.
“Ya Tuhan. Harus kemana lagi aku mencari Ayahku. Aku sudah tidak punya petunjuk lagi. Mana mungkin aku bertanya tentang keberadaan Ayah ke Ibu. Pasti Ibu tidak memberitahuku. Atau mungkin Ibu juga tidak tau keberadaan Ayah saat ini,” rintih Tiara yang menangis tiada henti-hentinya.
“Tenang, Ra. Kita pasti bisa menemukan Ayahmu kok. Tenang saja. Untuk saat ini kita pulang saja. Besok aku sama Nadia yang akan mencari informasi lebih lanjut dimana keberadaan Ayahmu sekarang,” ujar Angga yang menenangkan hati Tiara.
***
Berbagai cara mereka lakukan untuk mencari sosok ayah. Lima hari keliling kota Bandung dan hasilnya belum menemukan juga.
“Eh, Ra, aku seneng deh saat ini,” ucap Nadia yang senyum-senyum kegirangan.
“Hmmm. . ada apa kamu senyum-senyum, Nad? Cerita dong sama aku.”
“Begini, Ra, tadi malam aku ditembak sama Angga. Ya sebenarnya nembaknya lewat telepon sih. Tapi sudah keren kan Ra?”
“Apa? Angga menembakmu tadi malam? Terus kamu jawab apa? Kamu terima dia atau enggak?” ucap Tiara yang berharap jawaban Nadia menolak Angga.
“Hmmm gimana ya, Ra. . hmm ya aku terima lah. Sudah jelas orang yang aku sayang nembak aku, masak enggak aku terima sih. Bodoh banget tau.”
“Ohh gitu ya, Nad. Selamat ya. Semoga kamu langgeng. Semoga Angga adalah orang yang tepat buatmu. Tapi jangan lupain sahabatmu ini ya, Nad. Kalau waktumu nanti pasti banyak kamu luangkan dengan Angga kekasihmu,” ucap Tiara.
“Pasti tidaklah, Ra. Kalaupun aku banyak keluar sama Angga, pasti aku tidak melupakanmu. Pasti aku akan mengajakmu. Tapi kalau kamu mau sih jadi obat nyamukku sama Angga hehe.”
“Hehe no problem deh, Nad. Pokoknya sahabatku bahagia aku juga ikutan bahagia deh.”
Ini untuk kesekian kalinya Tiara menetaskan air matanya lagi. Meneteskan air mata karena belum bisa menemukan ayahnya. Dan kini ditambah lagi dengan kabar kalau sahabatnya sudah menjadi sepasang kekasih. Ini membuat hati Tiara sangat pilu. Dan ingin Tiara berteriak sekeras-kerasnya untuk cobaan yang ia hadapi.
“Ya Tuhan seberat inikah cobaan yang aku dapat dariMu? Haruskah aku menahan sakit hati yang aku derita saat melihat sosok yang aku cintai kini menjadi milik sahabatku sendiri? Aku sudah lelah Tuhan dengan semua cobaan ini. Masihkah aku bertahan dengan kehidupanku yang sangat berat ini? Haruskah aku menjauhi sahabatku agar aku tidak merasa sakit hati saat melihat canda tawa mereka? Ya Tuhan, apa ini ujian berat yang Engkau berikan kepada keluargaku? Masihkah kurang kau uji kesabaran aku dan Ibu atas kepergian ayah yang sampai saat ini belum bisa aku jumpai? Terkutuk kah aku Tuhan? Huhuhu,” isak tangis Tiara dalam rintahan kecilnya.
Hari-hari Tiara seakan gelap dan suram. Dimana setiap hari melihat kebahagian yang terpancar jelas di wajah kedua sahabatnya. Setiap hari menebar keromantisan di depan Tiara. Tiara hanya bisa menahan dan menyembunyikan kesedihannya.
“Eh, Ra, nanti kamu datang ya ke pesta ulang tahunku. Dan nanti kamu akan aku kenalin sama Ayahku,” pinta Nadia.
“Iya, Nad. Kalau tidak ada halangan aku pasti datang kok ke pestamu.”
Sudah lama Nadia belum pernah memperkenalkan sosok ayahnya pada Tiara karena alasan orang tuanya yang tinggal tidak serumah dengan Nadia. Nadia yang sampai saat ini bertempat tinggal di rumah neneknya.
***
“Bu, pilihkan gaun yang pas buat Tiara dong. Tiara mau menghadiri ulang tahun Nadia. Tiara bingung nih mau pilih gaun yang mana,” pinta Tiara pada ibunya.
“Iya sebentar, Nak, ibu masih cuci tangan.”
“Lohh wajah Ibu pucat lagi. Ibu sebenarnya sakit apa sih? Apa Ibu sudah berobat ke dokter?”
“Sudah kok, Nak. Ibu hanya demam biasa. Kata dokter, ibu cuma kecapekan. Ibu hanya disuruh istirahat untuk beberapa hari dan rutin minum obat.”
“Oh gitu ya, Bu. Tiara sangat khawatir dengan kondisi Ibu saat ini, yang sering kelihatan pucat. Kalau ada apa-apa Ibu cepat hubungi Tiara ya. Ibu harus jaga kesehatan Ibu.”
“Iya, Nak. Tenang saja. Hmmm ini gaun yang pas buat kamu pakai nanti malam di pesta ulang tahun Nadia,” ucap ibu sambil menunjukkan gaun yang pernah menjadi kado spesial dari ayah Tiara.
“Loh ini kan gaun dari Ayah, Bu. Ibu kok masih menyimpannya. Tapi tidak apa-apa deh. Gaunnya masih bagus dan cocok buat Tiara, Bu. Makasih ya, Bu.”
***
Malam sudah datang. Tiba saatnya Tiara pergi ke pesta ulang tahun Nadia. Tidak lupa Tiara membawa kado kesukaan Nadia, yaitu boneka hello kitty. Kado yang dianggapnya paling disukai Nadia.
“Selamat ulang tahun Nadia Fitara yang ke-17. Semoga diusiamu yang bertambah ini, kamu dan keluarga diberi kesehatan dan pastinya kamu diberi kesuksesan. Tidak lupa semoga hubunganmu sama Angga tetap langgeng sampai kakek nenek,” ucap Tiara pada Nadia sembari memberikan kado.
“Terima kasih banyak, Ra, kamu sudah datang di pestaku. Dan terima kasih kadonya. Pasti ini spesial buat aku. Hehe.”
“Iya sama-sama, Nad.”
“Oh iya, aku sampai lupa janjiku padamu, Ra. Ini aku kenalin kamu sama Ayahku.”
“Yah ini Tiara sahabatku, yang pernah aku ceritain sama Ayah. Ini sahabat Nadia yang jago mendesain baju sendiri lo. Cantik kan, Yah?” ucap Nadia pada ayahnya yang kebetulan ayah Nadia begitu tidak asing di mata Tiara saat itu.
“Oh i iya Nad, cantik sekali sahabatmu ini,” kata ayah Nadia yang kaget melihat sosok Tiara di depannya.
“Oh iya Om, terima kasih pujiannya,” jawab Tiara penuh tatapan ke sosok ayah Nadia yang tidak asing lagi di matanya.
“Itu Ayahmu ya, Nad? Itu benar Ayah kandungmu?” ucap Tiara penuh penasaran.
“Kok kamu ngomongnya gitu sih, Ra? Aneh banget kayak lihat hantu aja.”
“Enggak Nad, maaf. Aku kan tidak tau pasti tentang Ayahmu. Kan kamu barusan saja ngenalin aku sama Ayahmu.”
“Hehe iya enggak papa, Ra. Hmm. . sebenarnya itu Ayah tiri aku. 2 tahun yang lalu Ayah kandungku meninggal. Dan setelah kepergian Ayahku, Ibuku menikah lagi dengan Ayah tiriku itu.”
“Kok kamu enggak pernah cerita sama aku sih, Nad. Tega bener kamu sama aku, bisa-bisanya menyembunyikan sesuatu dari aku.”
“Ahh enggak menyembunyikan sesuatukok, Ra. Aku tidak mau aja ada gosip-gosip tentang keluarga baruku. Lagian aku sama orang tuaku tidak tinggal bersama. Ayah tiri dan Ibuku kan tinggalnya di luar kota Bandung, Ra.”
“Oh gitu,” ucap Tiara yang tidak henti-hentinya memandangi sosok ayah tiri Nadia itu.
Ayah tiri Nadia tidak asing lagi di mata Tiara. Sosoknya begitu akrab di mata Tiara. Tiara sempat berpikir kalau wajah ayah tiri Nadia itu sama persis dengan wajah ayahnya. Hanya saja penampilannya sedikit berbeda.
Mungkin itu Ayahku? Tidak asing lagi sosoknya. Iya itu benar Ayahku. Tapi apa dia masih ingat dengan aku anaknya, batin Tiara.
“Nak, nama kamu benar Tiara ya?” ucap sang ayah tiri Nadia yang mencoba mendekati Tiara.
Langkah  kaki laki-laki itu terus diperhatikan oleh mata Tiara. Dan membuat Tiara semakin yakin kalau laki-laki itu benar-benar ayahnya.
“Eh iya, Om. Saya Tiara teman dekat anak, Om. Tapi wajah Anda sepertinya tidak asing lagi di mata Tiara. Kayaknya kita sudah pernah kenal sebelumnya. Apa Anda masih ingat dengan wajah Tiara?” ujar Tiara yang mencoba meyakinkan situasi.
“Iya benar kamu Tiara. Mari keluar sebentar. Ada hal yang harus aku bicarakan padamu.”
Tiara dan laki-laki itu keluar dari keramaian pesta Nadia. Mereka berdua membicarakan sesuatu hal yang penting. Yaitu pengakuan dari ayah tiri Nadia, kalau dirinya adalah ayah kandung Tiara yang sudah lama Tiara tunggu kehadirannya. Dan kini sudah ada di depan mata Tiara.
“Tiara, maafin ayah. Sudah lama ayah mencari-cari kamu. Ayah sudah mencoba menghubungi Ibumu tapi tidak ada jawaban sama kali dan pada akhirnya Ibumu telah mengganti nomor barunya agar ayahmu ini tidak bisa menghubungi Ibumu. Mungkin Ibumu sudah sangat membenci ayahmu ini. Maafin ayah, Nak.”
“Ayah mengapa tega memperlakukan aku dan Ibu seperti ini? Sudah puaskan Ayah melihat Tiara menemui Ayah dengan kenyataan sepahit ini. Dimana Ayah sekarang telah menjadi Ayah tiri sahabat Tiara sendiri. Apa Ayah tidak berpikir betapa sakitnya penderitaan yang sudah Tiara dapat? Dan apa Ayah tau sekarang Ibu sedang sakit-sakitan dirumah?”
“Maafin ayahmu ini, Nak. Ayah sudah mengaku bersalah sama kamu. Banyak kesalahan ayah di masa lalu sama kamu dan Ibumu. Tapi ayah mohon beri ayah kesempatan untuk melihat Ibumu. Jika Ibumu mau menerima ayah lagi, ayah akan bersedia kembali lagi ke rumah dan kita mulai kehidupan baru mulai dari awal lagi. Tolong beri ayah kesempatan untuk menebus semua kesalahan ayah.”
“Itu tidak mungkin, Yah. Ayah sudah menjadi suami orang lain. Apa Ayah tega melakukan hal yang sama terhadap keluarga Nadia? Membuat Ibunya Nadia menderita seperti Ibu. Sudah cukup ayah melakukan hal yang salah kepada Tiara dan Ibu saja. Kalau Ayah mau, Ayah bisa pulang sekarang sama aku.”
“Baiklah kalau itu yang hanya bisa ayah lakukan.”
Kedatangan ayah Tiara di kehidupan Tiara lagi merupakan titik akhir cobaan yang bakal diterima Tiara lagi. Semua hal tentang ayah Tiara sudah disampaikan semua kepada Nadia yang ternyata orang terpenting bagi Tiara. Nadia merasa menyesal telah menyetujuhi pernikahan ibunya dengan laki-laki yang ternyata ayah dari sahabatnya sendiri. Nadia merasa bersalah dengan Tiara.
“Ayah aku ikut denganmu ke rumah Tiara. Aku juga akan minta maaf kepada IbunyaTiara. Kalau kenyataannya kamu Ayah yang dinikahi oleh Ibuku, yang mana kamu ayah sahabatku sendiri,” pinta Nadia.
Tiara bersama Ayah dan Nadia menuju ke rumah Tiara untuk bertemu dengan ibu Tiara. Namun, sesampai di rumah Tiara mereka mendapat kabar yang mengejutkan. Kalau saat itu ibu Tiara sedang dilarikan ke rumah sakit karena muntah darah.
“Maaf, Non Tiara, Ibu sedang dibawa kerumah sakit oleh tetangga sebelah,” kata bibi Tiara.
“Sejak kapan, Bi? Kenapa Bibi tidak mengabari Tiara sebelumnya. Kan Tiara bisa pulang dari tadi Bi.”
“Maaf, Non, tadi Ibu melarang bibi untuk menghubungi, NonTiara. Barusan saja Ibu dibawa rumah sakit. Ibu tadi muntah darah. Coba, Non, sekarang menyusul saja ke rumah sakit Mulya Bandung.”
Seakan Tiara ingin pingsan di tempat mendengar kabar kalau ibunya masuk rumah sakit. Segera mereka menyusul ibu Tiara di rumah sakit yang jaraknya lumayan jauh dari rumah Tiara.
***
“Bagaimana keadaan Ibuku, Dok? Apakah Ibuku baik-baik saja?” ucap Tiara pada seorang dokter yang keluar dari ruang Unit Gawat Darurat.
“Iya, Dok, gimana kondisi istri saya? Istri saya sakit apa Dok?” sahut ayah Tiara yang kebingungan.
“Maaf, saya sudah berusaha sekuat tenaga untuk lekas menangani Ibu adek. Namun, kehendak berkata lain. Ibu adek menghembuskan nafas terakhir di perjalanan menuju rumah sakit ini.”
“Bohong. . Dokter bohong. Dokter pasti salah menangani Ibuku. Tidak mungkin Ibu meninggalkan Tiara secepat ini. Bisa dokter lihat Ibuku sekali lagi? Tolong, Dok!”
“Maaf adek Tiara. Ibu kamu sudah tidak bisa tertolong,” jawab dokter dengan penuh kepastian.
“Sabar, Ra, sabar ini kehendak Tuhan untuk mengambil nyawa Ibumu. Ini sudah rencana Tuhan karena tidak mau melihat penderitaan yang dialami Ibumu terus-terusan,” sahut Nadia yang masih saja merasa bersalah.
“Iya, Ra, kamu harus tabah menghadapi cobaan yang bertubi-tubi datang padamu dan keluargamu,” ucap Angga menenangkan hati Tiara.
“Ini semua salah Ayah. Kesalahan Ayah di masa lalu yang membuat Ibu menderita sampai pada akhirnya Ibu meninggal seperti ini. Ayah jahat, Tiara sangat benci sama Ayah!” teriak Tiara yang belum bisa menerima semua kenyataan yang ada.
“Iya ayah yang salah, Nak. Tapi tolong maafin ayah dan beri kesempatan ayah untuk menebus semua kesalahan ayah.”
“Ibu. . kenapa Ibu meninggalkan Tiara sendiri. Ibu, Ayah sudah pulang, Ibu tolong bangunlah. Ibu kenapa diam saja.”
“Sudah Ra, Ibumu sudah tenang di alam sana. Kamu harus bisa menerima kenyataan ini. Ini semua takdir Tuhan untuk keluargamu. Pasti ada hikmah dibalik semua ini,” ucap Angga.
“Semoga Ibu tenang di alam sana. Semoga Ibu tenang di surgaNya. Aku sayang Ibu. Aku akan menjadi sosok Tiara yang tegar seperti Ibu.”
Perjalanan wanita single parent ini berakhir dengan kepedihan, dimana dia harus meninggalkan sosok gadis anak semata wayangnya untuk selama-lamanya. Meninggalkan sejuta cerita dibenak Tiara anaknya. Banyak pengorbanan sosok ibu di mata Tiara. Tuhan sudah menunjukkan kebesarannya. Menguji setiap makhluk ciptaanNya dengan ujian seberat apa yang mampu dijalani setiap ciptaanNya. Takdir yang membawa ibu Tiara ke tempat yang jauh yaitu disisi Tuhan. Meninggalkan seberkas kisah pilu yang pernah dialami ibu Tiara. Dan pada akhirnya Tiara harus menerima menjadi bagian keluarga dari Nadia. Tiara mencoba mengikhlaskan kepergian ibunya dan mencoba menerima kenyataan bahwa dirinya harus menjadi saudara sahabatnya sendiri. Karena takdir berkata lain. Semua alur kehidupan hanya Tuhan yang menjalankanya.
##TAMAT##

Selasa, 11 Maret 2014

Sempat Aku Memilikinya


Oleh : Sella Mulya Andika
Terik matahari yang menyengat tubuhku siang itu. Perjalananku sampai rumah masih panjang. Aku masih ingat pesan bunda yang menyuruhku untuk mengantarkan kue ke rumah tante.
Riko : Nad kmu mau kemana?
Nadia : Eh kmu sayang. Aku mau kerumah tante nih. Mau nganterin kue. Tadi bunda yang nyuruhku buat anterin ini.
Riko : Boleh aku bantu? Hehe
Nadia : Boleh dong. Dengan senang hati .
                Kita pun berjalan berdua. Riko adalah kekasihku. Dia satu kelas denganku.
Nadia : Riko. . *berhenti sejenak
Riko : apa sayang?
Nadia : kamu inget gk ini tadi hari apa?
Riko : Hari senin sayang. Ada apa koq tanya gtu?
Nadia : (sebel) Ih kamu lupa ya? Lupa bener dengan hari apa ini? Kamu gk inget juga ini dimana?
Riko : Inget tuh. Ini depan taman yang sering kita kunjungi sayang.
Nadia : Ah kmu gaya lupa. Ya udah klau kamu lupa gpp deh .
Riko : haha kmu klau ngambek lucu Nad. Makin sayang aja. Aku gk lupa koq ini tadi hari apa . Happy anniversary Nadia . Selamat hari jadi yang ke 24 bulan sayang . Makin awet sama Nadia jelek hehe
Nadia : Kmu ini seneng bnget buat aku ngambek. Hehe Happy anniversary ke 24 Riko. Aku seneng deh kita bisa lewati ini smua dengan penuh kebahagiaan. Semoga kedepannya lebih lebih dan lebih ya Riko jelek hehe . .
Riko : Amin sayang. O ya rumah tante kmu mana? Masih jauh ya?
Nadia : bentar lagi nyampek koq. Itu depan situ belok kanan.
*Akhirnya kita sampai di rumah tante
Nadia : Assalamualaikum
Tante : Waalaikumsalam. Eh Nadia. Pasti nganterin pesanan dari bunda kmu kan?
Nadia : Ya nih tan, tadi bunda nyuruh Nadia buat nganterin kue ke rumah tante. Tante sendirian aja ya di rumah?
Tante : Ya Nad. Makasih bnyak lo. Gk mau masuk ke rumah dlu?
Nadia : Gk usah tan. Udah sore, Nadia pamit dulu tan.
Tante : Ya Nad. Hati2 di jalan.
                Malam itu aku ingin ketemu sama Riko. Coba aku telpon Riko siapa tau dia mau aku aja keluar. Ya siapa tau buat malam anniversary jadianku.
Nadia : Riko. . kamu mau kan ketemuan sama aku? *telpon
Riko : Boleh. Mau kemana ?
Nadia : tempat biasanya. Hehe kamu jemput aku ya sekarang?
Riko : Oke aku siap2 dulu. (tut.tut.tut)
Nadia : aku seneng banget bisa keluar sama kmu , dua minggu kita gk keluar kayak gini. Kita terlalu banyak tugas sih, jadi jarang main hehe
Riko : ya sayang. Sama . aku nahan kangen sama kmu .
Nadia : haha kangen? Setiap hari kita ketemu di sekolah. Masih aja kangen. Gombal kmu yang,
Riko : Yee. Serius nih. Aku kangen moment moment spesial kayak malam ini. Apalagi ini hari jadian kita. Di tempat ini pula aku nyatain cinta ke kamu. Inget kan?
Nadia : Inget banget lah sayang. Apalagi kmu nembaknya pakek bawa bunga segala Hmm surprise banget buatku. Aku kangen masa-masa itu hehe
Riko : haha flashback terus Nadia jelek . .
Nadia : Biarin. Flashbacknya kan sama kamu, lagian flashbacknya juga  tentang kita koq.
Riko : Cie hehe. . Kamu inget gk kata-kataku dulu?
Nadia : Apa sayang? Agak remang2 nih ingatanku .
Riko : Kamu inget gk waktu aku bilang “Jika kamu lah yang tepat untukku, aku akan menjagamu semampu jiwaku. Jika kamu lah yang mau menjadi kekasihku, Ingatlah suatu saat kau akan dapatkan kebahagiaan dariku dengan caraku sendiri” Inget kan?
Nadia : O itu ya.. ya sekarang aku inget sayang. Aku balas ya hehe
Riko : apa coba?
Nadia : “Jika akulah yang tepat untukmu, aku akan jadi kekasihmu yang bisa buatmu nyaman denganku. Dan Jika akulah kekasihmu, aku akan terima semua apa yang telah kamu berikan ke aku, kebahagiaan yang telah kamu beri ke aku. Dan Jika suatu hari aku tak ada disampingmu, jangan kau sesali semua yang telah kamu berikan ke aku. Kebahagiaan itu sangatlah berarti untukku, kan ku bawa semua kebahagiaan itu sampai aku tak mampu melihatmu lagi” .
Riko : Loh katanya miris amat sih? Di ralat yang bagian akhir. Aku gk mau dengar lagi kata – katamu yang terakhir itu Nad.
Nadia : Kenapa? Kmu takut?
Riko : Bukannya aku takut. Tp aku belum siap berpisah darimu . aku mencintaimu. Aku gk mau kehilangan dirimu sayang.
Nadia : haha ya deh maaf.
                Entah apa yang ada di benakku saat itu. Apa yang aku katakan semalam membuat Riko diam begitu saja. Apa aku salah ngomong ya. Tapi perasaan tadi malam yang aku katakan udah biasa. Perkataan yang apa adanya dariku.
Mei : Nadia. . kamu nanti sore sbuk gk?
Nadia : Gk koq. Ada apa Me?
Mei : nanti anterin aku ke Gramedia. Aku mau cari novel. Siapa tau ada keluaran novel terbaru. Bisa kan?
Nadia : Bisa saja koq. Ntar kalau dapat , kapan2 aku pinjem ya. Hehe kamu kan hoby banget beli novel. Dan aku hoby banget pinjem novel kamu. Udah numpuk 3 novel yang ada di rumahku loh hehe
Mei : dasar kamu. . tapi gpp deh. Gk masalah Nad . Ntar sore aku jemput kamu ya?
Nadia : Oke Me.
*bel pulangpun berbunyi
Riko : Nad , ayo pulang
Nadia : Bentar sayang. Aku nungguin Mei dulu. Katanya mau bareng pulang. Katanya mau jalan kaki bareng kita .
Riko : Oke. Mana tuh anak? Lama amat.
Mei : Hei teman2ku yang jelek2. Hehe udah lama nungguin aku ya? Maaf ya. Habisnya tadi aku kebelet dlu.
Nadia : haha dasar Mei jelek, kebiasaan banget.
Riko : Ya tuh. Mau aja aku dan Nadia ninggal kamu loh. Kirain kamu udah pulang duluan.
Mei : Ya maaf lah. Ya udah ayo kita pulang. Sekarang aku yang ditengah. Kamu Nadia disamping kiriku. Dan kamu Riko disamping kananku. Kalian jadi pengawalku hahaha
Nadia : Ya deh ya. Tuan Puteri. . silahkan hehe
Mei : Seru juga ya bisa pulang jalan bareng kalian. Hemat bbm juga hehe
Riko : Ya lah seru. Apalagi jalannya sama kalian cewek2 bawel . haha
Nadia : Kita dikatain bawel Me. Gpp deh. Ya aku senang koq bisa jalan bareng sama kalian. Baru kali ini Mei mau jalan bareng sama kita Ko. Angin apa yang nerjang kamu Me, sampai2 kamu mau jalan kaki.
Mei : Gk tau juga sih Nad. Tapi pengennya sekarang aku pulangnya bareng kalian terus. Pokoknya pengen deket sama kalian berdua. Terutama sama kmu Nad. Hehe Tapi ngomong2 aku gk ganggu kalian berdua kan?
Nadia : Ya elah.. Gk bakalan ganggu koq. Lagian kita kan temen Me. Gk ada kata saling mengganggu. Benar kan Ko?
Riko : Bener banget tuh sayang. Jadi sekarang kita sepakat kalau pulang skolah jalan kaki. Semangat ladys hehe
                Jam sudah menunjukkan pukul 4 sore. Aku ingat kalau aku ada janjian sama Mei untuk nganterin dia beli novel.
Mei : assalamualaikum. .
Nadia : waalaikumsalam. . Eh Mei, jadi kan?
Mei : Jadi dong. Ayo berangkat.
Nadia : haha oke. Udah gk sabar juga aku pengen lihat2 ke Gramed. Lama gk kesana.
Mei : Oke. .
*sampai di Gramedia. Mei asyik cari2 novel keinginannya. Dan aku sibuk baca2 buku.
Mei : Nad sini dong.
Nadia : Ada apa Me ? Udah dapat novelnya ya?
Mei : Belum nih. Aku masih bingung pilih yang mana. Ada dua novel baru nih. Coba kamu kasih saran ke aku. Enaknya ambil yang mana ya? Uangku pas2an nih klau beli dua2nya hehe
Nadia : Novel “Cintaku Direnggut Kematian” sama novel “Cinta Tanpa Akhir” hmm judulnya menarik semua Me. Menurutku kamu ambil yang ini aja.
Mei : Novel Cintaku Direnggut Kematian ya ? hmm dari judunya aja udah miris amat Nad. Kayaknya bikin nangis deh endingnya. Hehe Oke aku beli yang ini aja.
Nadia : Oke. Aku udah ada feeling kalau tuh novel bagus banget. Cepet di baca dan cepet dipinjamkan ke aku ya Me. Hehe
Mei : Oke makasih Nad. Ya udah ayo kita pulang . keburu malam.
                Novel dengan balutan sampul berwarna merah hitam. Cocok banget dengan judulnya. Gk sabar aku ingin membacanya. Gk sabar juga aku mau cerita sama Riko. Siapa tau bisa menginspirasi hubungan kita.
Bunda : Nad. . koq kamu belum tidur nak ?
Nadia : Kepala Nadia tiba2 pusing bun. Gk tau nih. Apa mungkin Nadia kecapekan ya bun. Tadi keliling2 kota sama Mei.
Bunda : Ya mungkin kamu kecapekan nak. Kamu cepetan minum obat gih. Langsung tidur.
Nadia : Baik bun. Selamat malam bunda sayang.
                Rasanya sakit banget kepalaku, gk seperti biasa aku kayak gini. Cukup aku obatin dengan obat pereda sakit kepala. Alhamdulilah udah mendingan.
Mei : Nad . . aku udah baca novelnya loh.. Kamu mau tau gk isinya kayak apa?
Nadia : Gk usah. Biar aku aja yang baca tuh novel. Tapi kapan2 aja aku pinjemnya. Masih banyak tugas. Belom sempat aku bacanya. Hehe
Mei : Ya deh.
Nadia : Aduuuhhh. .
Mei : Nad kamu kenapa? Kamu gpp kan? Kamu sakit ya?
Nadia : Gk tau nih Me. Kepalaku sakit banget rasanya. Tadi mlm aku juga kesakitan kayak gini. Tapi ini lebih parah . Aduuh . .
Mei : aku anterin kamu ke UKS aja ya. Aku takut kamu kenapa2 Nad. Kamu istirahat aja di UKS.
Nadia : Ya Me. Makasih. .
Mei : sama2 Nad. O ya aku panggilin Riko aja. Biar bisa nemenin kamu disini. Tadi Riko masih ada rapat OSIS. Siapa tau sekarang dia udah selesai rapatnya.
Nadia : Eh. . gk usah Nad. Biarin aja aku disini. Gk usah kamu bilang ke Riko. Aku gk mau Riko khawatir sama aku. Aku gk mau ngrepotin Riko. Please. . Jangan kasih tau Riko kalau aku disini. Bilang aja kalau aku lagi ada rapat PMR. Gk bisa diganggu.
Mei : Kamu beneran gpp Nad ?
Nadia : Gpp koq Me. Kamu masuk sana gih. Udah bel masuk nih. Nanti klau udah kepalaku gk sakit, aku balik ke kelas deh.
Mei : Ya udah, terserah kamu Nad. Aku pamit ke kelas dulu ya. Jaga diri baik2 Nad. Kalau ada apa2 sms aku aja.
Nadia : Tenang saja. Aku gpp koq. Inget pesenku tadi. Jangan bilang ke Riko.
                Kenapa sakit ini datang lagi Ya Tuhan. Rasanya sakit banget. Tapi aku harus kuat. Ini mungkin karena aku kecapekan. Ini hanya sakit kepala biasa. Semoga tidak terjadi apa2 denganku.
Riko : Loh Nadia mana Me?
Mei : Oh Nadia tadi masih ada rapat PMR. Katanya masih sibuk gk bisa diganggu.
Riko : Bner? Perasaanku tiba2 gk enak Me. Kmu gk bohong kan?
Mei : Ya Ko. Tadi Nadia bilang gtu ke aku. Jangan khawatir, Nadia baik2 aja koq.
Riko : Tapi perasaanku gk enak banget. Hmm ya udah deh. Aku tungguin dia aja. Ini sudah hampir jam pulang.
                Aku harus bersikap seolah aku baik2 aja di depan Riko. Aku gk mau kalau Riko heran terhadapku. Aku gk mau membuat dia khawatir tentang keadaanku yang sebenarnya.
Nadia : Hei sayang. . Udah lama nungguin aku ya? Hehe Maaf ya aku barusan ada rapat.
Riko : Ya nih. Kenapa kamu gk ngomong ke aku Nad kalau kamu lg ada rapat? Aku khawatir sama kamu. Kirain kamu ada apa2.
Nadia : Maaf sayang. Aku tadi gk bawa hp. Hpku aku taruh di tas. Lagian tadi kamu masih ada rapat OSIS kan. Tapi aku tadi udah minta ke Mei suruh bilangi kamu Ko.
Riko : Hmm ya sayang. Gpp koq. Ayo kita pulang. O ya tadi Mei bilang, kalau hari ini dia gk bisa bareng kita pulang. Katanya ada urusan mendadak gtu. Gpp kan ?
Nadia : O gpp koq. Ayo kita pulang.
Riko : Nad. . tumben ya tadi perasaanku tiba2 gk enak gtu ya. Ada apa ya?
Nadia : Emangnya kamu ngerasain apa Ko?
Riko : Gk tau . kayak ada yang aneh aja. Terus fikiranku ke kamu gtu Nad. Kamu tadi gk ada apa2 kan Nad ? tolong jangan bohong ke aku. Kalau kamu punya masalah tolong cerita ke aku.
Nadia : Hmm. . itu Cuma perasaanmu aja sayang. Aku tadi gk papa koq. Aku baik2 aja. (maaf Ko, kalau aku bohong ke kamu)
                Perhatianmu itu Ko, yang membuatku tidak tega denganmu. Maafkan aku kalau aku menyembunyikan sesuatu dari kamu. Aku Cuma tidak ingin kamu terus2an mengkhawatirkanku. Biarkan aku pendam sendiri sakitku ini. Aku tau Tuhan pasti menyembuhkanku.
Bunda : Nad , wajah kamu koq pucat begitu nak. Kamu sakit?
Nadia : Ya bun. Sekarang Nadia sering sakit kepala bun. Sakit banget rasanya.
Bunda : Ya udah nanti bunda antarkan kamu periksa aja ya nak. Biar jelas kamu sakit apa.
Nadia : Tapi bun? Aku takut . .
Bunda : Jangan takut nak. Tenanglah . . pasti kamu tidak kenapa2 koq.
Nadia : Ya udah terseraah bunda aja.
                Tuhan, sebenarnya aku sakit apa sih. . rasa ini sakit banget Tuhan. Kepalaku terasa mau pecah. Tubuhku terasa lemah.
Bunda : Dok, sebenarnya anak saya sakit apa?
Dokter : Maaf sebelumnya bu. . dari hasil tes di lab . . anak ibu positif menderita kanker sumsum tulang belakang stadium 3 Sejak awal saya sudah menduga kalau dari gejala2nya sudah bisa dilihat jenis penyakitnya. Ini sangat berbahaya bu, jika kita tidak segera mengambil tindakan. Tapi sangat sulit untuk menyembuhkan kanker ganas ini. Penyakit ini sangat cepat menjalar ke anggota tubuh lainnya.
Bunda : Separah itu ya Dok? (Ya Allah Nad, kenapa kamu masih bilang sekarang nak. Seharusnya kamu bicara dari awal nak)
Dokter : Ya bu. Hanya mukzizat Tuhan yang mampu menyembuhkan kanker ini. Kami akan berusaha semaksimal mungkin.
Bunda : Baiklah dok, akan aku serahkan sepenuhnya ke dokter. Berikan yang terbaik buat anakku dok.

Nadia : Bun, jika umur Nadia tak lama lagi, bunda jangan sedih ya. Semua kita serahkan pada Tuhan. Aku Cuma takut, kalau bunda akan sedih , sahabat2 Nadia akan sedih, dan juga Riko bun. Aku belom bisa bilang ini semua ke mereka bun. Tolong bunda, rahasiain ini ke Riko. Aku sayang Riko bun, aku gk mau melihat Riko sedih.
Bunda : Ya nak, bunda janji. Gk akan bicara tentang ini ke Riko. Biar Riko tau sendiri apa yang terjadi.
Nadia : Makasih ya bun. Tenang saja bunda. Jangan sedih.
                Kenyataan ini yang aku terima, kenyataan dimana umurku harus dipertaruhkan. Penyakit itu yang akan menggerogoti tubuhku. Suatu saat rambutku akan rontok, tubuhku mulai melemah, penglihatanku akan berkurang, semua akan terasa berat . Dan aku belum bisa cerita ini semua kepada kamu Mei, sahabatku dan kamu Riko.
Riko : Nad akhir2 ini kamu berubah ya. Kmu cerita dong sama aku? Aku kan pacarmu , jangan nyembunyiin sesuatu dari aku Nad.
Nadia : Berubah gimana sih Ko? Aku baik2 aja koq. Lagian aku juga punya masalah Ko. Percayalah sama aku.
Riko : ya sih, tapi kamu beda gitu aja Nad. Kayak ada yg kamu sembunyiin dari aku.
Nadia : (maafin aku Ko, ini belum tepat waktunya aku cerita semua tentang keadaanku ke kamu) Tenang saja aku pasti baik2 saja.
Riko : (kayaknya ada yg kmu sembunyiin ke aku Nad, aku bisa baca dari raut wajahmu) semoga kamu tidak apa2 Nad. Aku sayang kamu .
Nadia : Sayang Riko jelek juga hehe
Mei : Hei Nadia, wajah kamu pucat lagi ya.. kamu sebenarnya sakit apa sih?
Nadia : alah biasa, sakit kepala aja koq.
Mei : Kmu pasti bohong Nad, knpa kmu bohong sama sahabatmu sendiri sih? Sejak kpan Nadia bohong sama aku.
Nadia : Aku gk bohong. Terserah kamu aja *pergi
Mei : Nad tungguin aku, aku gk bermaksud bilang gituan, Nad maafin aku
                Aku belum siap Tuhan, kalau aku harus bercerita ini semua dengan sahabatku, aku tidak tega melihat dia sedih bahkan nangis setelah mendengar ceritaku. Apa yang harus aku perbuat. Sampai kapan aku terus2an berbohong sama dia.
Riko : Me, Nadia kemana ya? Tumben hari ini dia gk masuk sekolah. Dia sakit ya?
Mei : kayaknya sih gitu Ko. Itu ada surat dokternya.
Riko : Ya bener Nadia sakit. Kayaknya bakalan lama dia gk masuk sekolah. Aku khawatir sama dia Me. Ntar pulang sekolah ikut aku ya kerumahnya.
Mei : siap deh.
                Gimana ya perasaan Riko hari ini, saat tahu kalau aku lagi sakit, apa dia akan peduli sama aku. Apa dia akan njenguk aku. Aku berharap dia tidak menjengukku. Aku tak mau melihatnya saat dia tahu kondisiku sebenarnya.
Riko : Bunda, Nadia di rawat dimana? Kenapa Nadia gk ngabarin Riko sih kalau dia sedang sakit dan harus di rawat di rumah sakit.
Bunda : Maafin Nadia nak, mungkin Nadia belum sempat ngabarin nak Riko. Nak Riko jangan khawatir, Nadia gpp koq nak.
Riko : tapi bun, ini bukan kebiasaan Nadia, yang menghilang tanpa kabar gitu aja. Pasti Nadia kenapa2. Nadia dimana bun?
Bunda : Itu Nadia nak.

Riko : Nad kamu sakit apa sih?
Nadia : aku Cuma sakit tipus biasa Ko. Biasa kecapean terus telat makan. Hehe
Riko : halah, kamu jangan bohong ke aku Nad.
Nadia : terserah kamu deh Ko, kamu sama Mei sama aja gk bisa ngertiin aku saat ini. Kalau kalian kesini Cuma mau ngekang aku harus jujur, kalian pergi aja deh.
Mei : Kamu knpa sih Nad? Aku sama Riko tanya gitu, karena aku peduli sama kmu. Klau kamu gk suka dengan cara aku dan Riko. Oke aku akan pergi. Semoga kamu cepet sembuh Nad. Permisi. .
Riko : Me, kamu mau kemana. Kita bisa jelasin baik2 sama Nadia.
Mei : Gk usah, Nadia jahat sama kita.. biar aku pergi aja.
Nadia : Keras kepala banget Mei. Dan terus kamu Ko? Kamu mau pergi juga? Ya udah sana klau kamu mau pergi. Biar aku disini sendiri aja.
Riko : Gk Nad. Aku tetap disini koq. Aku akan nemani kamu sampai kapanpun.
                Terima kasih Tuhan, Engkau telah menghadirkan sesosok Riko yang mau ngertiin keadaanku. Yang setiap hari nemani aku saat aku sakit. Dan sampai tiba di titik akhirku. .
Bunda : Nad kmu baik2 aja kan nak ?
Nadia : Nadia baik2 aja bun. O ya ini ada surat buat Riko. Sampain ke Riko jika nanti dia datang kesini ya bun.
*------------------
Keesokan harinya
Bunda : Maaf sebumnya nak Riko, ini ada titipan dari Nadia buat nak Riko. Nak Riko yang tabah ya. .
Isi surat :
Dear Riko tersayang
      Maafin Nadia, baru bisa cerita sama Riko sekarang. Waktu itu kamu pernah tanya ke aku tentang apa yang aku sembunyikan ke kamu. Ya aku sedang sakit sayang. Sakit yang tak biasa. Dimana nyawaku jadi taruhannya. Dan ini akhir dari semuanya. Maafin aku kalau aku pernah berbohong denganmu. Ini aku lakuin karena aku tidak mau melihat kamu terlalu khawatir sama aku. Inilah akhir semuanya. Terima kasih atas semua yang kamu berikan ke aku. Terima kasih kamu bisa jadi cowok yang selama ini aku idam2kan. Aku harap kamu akan kuat jalanin semua tanpa aku Ko. Semoga suatu saat kamu akan temukan penggantiku yang jauh lebih baik dari aku.
      Dan ini kata maaf ku ke Mei. Me kamu memang sahabat terbaikku. Belum sempat aku minta maaf ke kamu. Tapi lewat surat inilah aku katakan semua, kalau aku sayang banget sama kamu Me. Kamu jangan sedih ya. Jagain Riko. Kasih tau Riko kalau dia berbuat salah. Kalian berdua adalah yang terbaik yang di kirimkan Tuhan untukku. Jangan berlarut2 dalam kesedihan. Aku sayang kalian.  Terima kasih . .
Sayangmu,
Nadia
Riko : secepat ini kah kamu meninggalkan aku Nad. Knapa harus kamu yang pergi duluan. Aku akan simpan rapi2 semua kenangan yang pernah kita lalui. Semoga kamu tenang di sisiNya. Aku sayang kamu Nad. .
Mei : Sudahlah Riko. . ikhlasin aja. Ini yang terbaik buat Nadia. Paling tidak kamu sudah nunjukin semua kasih sayangmu ke Nadia selama dia masih hidup. Kamu sosok kekasih yang baik bua Nadia. Percayalah Nadia sudah tersenyum puas melihatmu bahagia. Suatu saat kamu akan dapat penggantinya. .
Riko : Mungkin saja. Ini butuh waktu lama buat aku. . Makasih banyak Me. .
Mei : sama-sama Ko.
Riko : Nad, kamu sekarang sedang ngapain disana? Pasti kamu lagi nikmati suasana di surga ya. Aku kangen banget sama kamu Nad. Aku ngerasa kalau kamu skrng di dekatku. Nad, knpa kamu cepat pergi sih? Seharusnya malam ini kamu selalu telpon aku, becanda lewat telpon. Tapi sekarang rasanya sepi banget. Dan sampai kapan aku gini terus tanpa kamu Nad. Semoga kamu bahagia disisiNya. Aku akan selalu jadi kekasihmu Nad. I love you bidadari kecilku. .

TAMAT